BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Tempat Penelitian
1. Profil Pondok Pesantren
Nama Pondok
|
: Ma’hadul Ilmi Asy Syar’ie (MIS)
|
Jenis Pondok
|
: Salafi
|
Pengasuh
|
: KH. Rozaq Imam dan KH.M Roghib Mabrur
|
Alamat
|
: Pondok Pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Syar’ie (MIS)
Karangmangu Sarang Rembang Jawa
Tengah
|
Telepon
|
: (0356) 412064
|
e-mail
|
|
Kecamatan
|
: Sarang
|
Kabupaten
|
: Rembang
|
Propinsi
|
: Jawa Tengah
|
Kode pos
|
: 59274
|
Status Tanah
|
: Waqof
|
Luas Tanah
|
: 1.020 M2
|
Gambar 4.1
masjid Dan Halaman Pondok Pesantren Ma’hadul
Ilmi Asy Syar’ie(Mis)Karangmangu Sarang Rembang Jawa Tengah
|
![]() |
Add caption |
2.
Sejarah
Pondok
Berdasarkan hasil observasi
yang peneliti lakukan di pondok pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Sar’ie (MIS)
Karangmangu Sarang Rembang, diperoleh data dokumentasi tentang sejarah singkat
berdirinya pondok pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Sar’ie (MIS) Karangmangu Sarang
Rembang.
Secara geografis pondok pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Syarie
(MIS) berada di desa Karangmangu kecamatanSarang yang terletak di
daerah pesisir utara pulau Jawa tepatnya timur laut Provinsi Jawa Tengah masuk
wilayah Kabupaten Rembang yang berbatasan langsung dengan Jawa Timur sebagai pintu
gerbangnya Jawa Tengah dari arah pantura Provinsi Jawa Timur.Penduduk yang
berada di sepanjang pesisir sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Selain
itu ada juga yang berprofesi sebagai petani, pedagang, dan profesi lainnya.
Disebut desa pesisir karena
wilayah yang padat penduduknya ini berada di pinggiran pantai yang mana antara
pemukiman penduduk dan laut tidak ada jarak yang signifikan. Pondok pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Syar’ie (MIS) ini
menyimpan segudang cerita tentang cikal bakal para ulama besar yang di masa
mudanya menimba dan mendalami ilmu agama di Pondok pesantren
Ma’hadul Ilmi Asy Syarie (MIS) ini, kemudian mereka berdakwah menyebarkan
agama ke seantero negeri dan istiqomah berdomisili di berbagai penjuru Kota dan
Provinsi.
Cerita mengenaipondok pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Sar’ie (MIS) Karangmangu Sarang Rembang
bermula dari salah seorang putra bangsawan dan pejuang dari Madura yang bernama
Maulana. Tokoh yang kerap disapa “Mbah Lanah” ini merupakan salah satu pejuang
yang bergabung bersama pasukan Pangeran Diponegoro guna membersihkan tanah Jawa
dari cengkraman para penjajah. Setelah mendengar kabar bahwa Pangeran
Dipenegoro berhasil dikalahkan oleh tentara Belanda dengan menggunakan siasat
liciknya, mbah Lanah beralih dakwah menegakan Agama Allah melalui metode
pengajaran Agama dan tidak lagi mengangkat senjata memerangi musuh secara
lahiriyah.
Pada masa mbah Lanah
belum dikenal adanya pondok pesantren. Pondok pesantren di daerah sarang
diibaratkan sebagai buah manis dari sebatang pohon yang mana dalam hal ini mbah
Lanah lah yang menjadi bibit pohon tersebut.
Pada masa selanjutnya
estafet perjuangan mbah Lanah diteruskan oleh Putra sulung beliau yang bernama
KH. Ghozali bin Lanah. KH. Ghozali yang akrab dipanggil dengan nama “Mbah Ghozali”
ini merupakan putra dari mbah Lanah yang banyak mewarisi sifat ayahandanya
dalam semangat mengajarkan nilai-nilai akhlak pada orang lain.
Semasa hidupnya mbah
Ghozali menempati sebuah rumah yang terletak di sebelah utara masjid Ma’hadul
Ilmi Asy Syar’i (MIS) yang sekarang ditempati oleh KH. Drs. Fathurrrohman Alfa, MA. Setelah ayah beliau meniggal dunia, mbah Ghozali
meneruskan tugas mulia yang dulu diemban oleh sang ayah.
Awalnya, orang-orang
yang belajar kepada mbah Ghozali didominasi oleh masyarakat setempat. Namun,
bersamaan dengan berjalannya waktu banyak pelajar dari luar daerah yang ingin
nyantri kepada beliau. Dengan keadaan yang demikian mbah Ghozali berinisiatif
mendirikan sebuah tempat penginapan atau pemondokan para pencari ilmu agama atau disebut dengan
nama pondok pesantren.
Sekitar tahun 1800-an,
dengan berbekal tanah wakaf dari seorang dermawan yang bernama Usman (lebih
akrab dipanggil Mbah Saman) mbah Ghozali membangun sebuah mushola yang
berdampingan dengan sebuah komplek untuk kamar santri. Mushola yang dibangun
oleh mbah Ghozali tersebut saat ini dikenal sebagai “Masjid Jami’ MIS”. Adapun
komplek pertama yang dibangun oleh mbah Ghozali tersebut saat ini dikenal sebagai
“Komplek A Ponpes MIS”.
Seiring berjalanya
waktu, pesantren yang dirintis oleh mbah Ghozali semakin berkembang yang
ditandai dengan semakin banyaknya para santri yang berdatangan dari berbagai
penjuru daerah guna untuk menimba ilmu di Sarang. Situasi tersebut menuntut
adanya perluasan dan pembenahan fasilitas bangunan pesantren. Akhirnya,
pesantren Sarang yang awalnya hanya memiliki satu komplek berkembang menjadi
beberapa komplek. Adapun komplek pesantren pada waktu itu adalah:
1. Komplek
A berada di sebelah selatan ndalem KH. M. Mabrur yang sekarang ditempati oleh
KH. Muhammad Roghib Mabrur.
2. Komplek
B terletak di sebelah barat ndalemnya KH. Imam Kholil yang sekarang ditempati
oleh K. Ags. Muhammad Badrul Jamal.
3. Komplek
C berada di depan komplek B dan satu lajur dengan komplek H.
4. Komplek
D berada di seberang jalan dan sekarang berdiri sendiri dan berubah nama
menjadi Pondok Pesantren Ma’hadul ‘Ulum
Asy-Syar’iyah (MUS).
5. Komplek
E sekarang berdiri sendiri dan berubah nama menjadi Pondok Pesantren Mansya’ul
Huda atau yang lebih dikenal dengan sebutan PMH.
6. Komplek
F berada di utara/belakang KH. Drs. Fathur Rahman Alfa, MA. Sekarang sebagian
menjadi dapur santri dan sebagian menjadi komplek G.
7. Komplek
G sebelah barat ndalem KH. M. Mabrur yang sekarang ditempati oleh KH. M. Roghib
Mabrur. Pada mulanya tanah tempat berdirinya bangunan ini adalah milik warga
setempat yang suka mengaji, lalu dibeli oleh kiai Imam dan diberikan kepada
putrinya yang bernama Ny. Hj. Rohmah ibunya KH. M. Roghib Mabrur).
8. Komplek
I sebelah barat masjid MIS sekarang terkena pelebaran masjid MIS.
9. Komplek
AA sekarang menjadi pondok pesantren Al-Amin.
Adapun Komplek F dan
komplek G ini konon ceritanya (keterangan dari KH. Roghib Mabrur) adalah
ndalemnya kiai-kiai sepuh tempo dulu.
Pada periode pertama,
pondok pesantren Sarang diasuh langsung oleh sang perintis, KH. Ghozali sekitar tahun 1810-an M sampai beliau
wafat pada tahun 1859 M. Setelah KH. Ghozali wafat kepemimpinan pondok
pesantren Sarang diteruskan oleh para putra, menantu dan cucu-cucu beliau. Adapun estafet kepemimpinan pondok pesantren
Sarang sejak periode awal mulai tahun
1810-an adalah sebagai berikut :
1)
Periode pertama tahun 1810 (pendiri) : KH. Ghozali
bin Lanah.
2)
Periode ke-dua 1860-1910 M: KH. Umar bin Harun
menantu sekaligus keponakan KH. Ghozali bin Lanah dan KH. Syu’aib bin
Abdurrozaq menantu KH. Ghozali bin Lanah.
3)
Periode ke-tiga1910-1927 M : KH. Fathurrohman (Putra
KH. Ghozali bin Lanah).
4)
Periode ke-empat
1930-1990 M: KH. Imam Kholil
bin KH. Syu’aib, KH. Aly Masyfu’ (putra KH. Fathurrohman), KH. Ahmad bin
Syu’aib (kakak kandung KH. Imam Kholil), KH. Abdulloh (menantu KH. Syu’aib),
dan KH. Zubair Dahlan cucu dari KH. Syu’aib dan sekaligus menantu KH. Ahmad bin
Syu’aib.
Menurut
salah satu sumber, sepeninggal Kiai Umar bin Harun, para santri beliau
melakukan rapat mendadak yang
bertujuan agar jangan sampai istri Kiai Umar dibiarkan terlantar (tersia-sia).
Lalu, hasil sidang tersebut memutuskan Kyai Fathurrohman lah yang layak
meneruskan kepemimpinan pondok Sarang.
Pada
periode yang keempat pondok pesantren sarang berjalan dengan harmonis dan bertahan
sampai tahun 1970 M, dengan pengasuh KH. Imam Kholil dan dibantu oleh KH. Ali
Masyfu’ serta KH. M. Mabrur sampai menginjak tahun 1971 M yang pada waktu itu
geliat politik begitu deras.
Pada
suatu ketika beliau KH. Imam Kholil kedatangan tamu dari tokoh politik tertentu
yang kebetulan kurang sepaham dengan tokoh politik di daerah Sarang pada saat
itu, sehingga menimbulkan perbedaan pandangan kecil antara kelompok masyarakat
dengan beliau yang menyebabkan tidak sepaham dengan beberapa kiai-kiai,
sehinggamemisahkan diri dari pondok MIS dan menyebabkan berdirinya beberapa
pondok pesantren, diantaranya :
1) Pondok
Pesantren Ma’hadul Ulumusy Syar’iyah (MUS) yang diasuh oleh KH. Ahmad bin
Syu’aib. Sekarang di asuh oleh KH. Said Abdurrohim.
2) Pondok
Pesantren AL-AMIN yang waktu itu diasuh
oleh KH. Ali Masyfu’ bin KH. Fathurrohman sekarang diasuh oleh KH. Drs.
Fathurrahman Alfa, MA.
3) Pondok
Pesantren Mansya’ul Huda (PMH) yang diasuh oleh KH. Abdulloh sekarang diasuh
oleh KH. Abu Na’im.
Pecahnya
pesantren dari satu induk menjadi beberapa pesantren tersebut tidak didasari
hawa nafsu atau keinginan memegang tampuk kepemimpinan. Hal ini adalah hasil
ijtihad-ijtihad dari para kiai pada waktu itu yang sedang mengadakan musyawaroh
hingga pada akhirnya memilih mandiri secara kelembagaan sebagai bentuk pendewasaan.
Pada
saat itu politik sangat dijauhi oleh para kiai meskipun disisi lain sangat
sulit untuk tidak terlibat. Dari sisi yang berbeda, pesantren kedatangan tamu
yang tak diundang yang menimbulkan fitnah di dalam pondok pesantren hingga
akhirnya memaksa para kiai mengambil jalan ijtihad. Terbukti sampai sekarang,
hubungan para kiai-kiai Sarang tetap terjaga dan berjalan mesra (rukun). Ini
bukti bahwa pemisahan pondok pesantren tersebut bukan karena nafsu. Dan ini
bukti dari pengamalan hadist yang berbunyi:“رجلان تحبا لله وافترقا لله "(HR.
Bukhori)
Setelah terpisah secara kelembagaan, kiai Imam Kholil
mengasuh pondok warisan Kiai Ghozali yang dulunya diasuh oleh KH. Fathurrohman
beserta para kiai-kiai yang lain dan yang kemudian diberi nama PP. MIS
(Ma’hadul ‘Ilmi Asy-syar’i). Pada masa kepemimpinan KH. Imam Kholil pondok
pesantren sarang (khususnya PP. MIS) untuk pertama kalinya membuka pondok
khusus bagi para santri putri. Yang mana saat ini podok putri tersebut berada
di depan ndalem KH. Abdullah Faqih Imam.
Pada
masa kepemimpinan KH. Imam Kholil, pada tahun 1969-an pondok pesantren ini juga
melakukan penambahan komplek yang disediakan untuk para santri asal Magelang
(daerah asal KH. Roghibi Murtadlo yang merupakan menantu KH. Imam Kholil) yang
diberi nama komplek PR (Putra Roghibi).
KH. Imam Kholil dalam mengasuh santri dibantu oleh
putra-putra dan para menantu beliau, yaitu KH. M. Mabrur (menantu), KH. Umar
Faruq Imam, KH. Abdur Rozaq Imam, KH. M. Roghibi Murtadlo (menantu), dan KH. Muhammad.
Faqih Imam.
Setelah KH. Imam Kholil wafat, kepemimpinan pondok
pesantren dikelola oleh KH. Umar Faruq dibantu oleh adik beliau KH. Faqih Imam
beserta para menantu mbah Imam. Lalu tongkat estafet pengasuh berjalan sampai
sekarang dipegang oleh KH. Abdurrozaq Imam dan KH. Roghib Mabrur beserta para
kiai yang lain.
3.
Visi dan misi pondok
a.
Visi
1.
Menyelenggarakan pendidikan yang berkwalitas
dalam berilmu, beramal, berakhlak mulia, berwawasan luas, mandiri dan disiplin.
2.
Unggul dalam berprestasi.
3.
Berkarakter.
b.
Misi
1.
Menanamkan santri berjiwa taat menjalankan
syariat, berbudi luhur, cakap dan trampil serta bertanggung jawab terhadap
agama dan bangsa.
2.
Meningkatkan kwalitas pendidikan pengajaran dan
keorganisasian pada semua lembaga pesantren MIS
3.
Membina santri dalam mengemban dan mengembangkan
ajaran Ahlussunnah Waljama’ah.
4.
Menanamkan prilaku hidup bersih dan sehat dalam
kehidupan sehari-hari.
4.
Motto Pondok
اِنَّ هَذَالْعِلْمَ دِيْنٌ فَانْظُرُوْا عَمَّنْ
تَأْخُذُوْنَ دِيْنَکُمْ. [رواه احمد]
Sesungguhnya ilmu ini
adalah agama, maka lihatlah dari siapa kamu mengambil ilmu agamamu itu. (H.R.
Ahmad)
5.
Tujuan Pondok
Pondok pesantren Ma’hadul Ilmi Asy Sar’ie (MIS)
Karangmangu Sarang Rembang sebagai tempat mencari
ilmu para santri. Sebagai lembaga pendidikan, pesantren salaf mempunyai tujuan/arah
sebagai berikut:
a.
Menciptakan dan mengembangkan
kepribadian muslim dalam kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
s.w.t.
b.
Berakhlaqul karimah, bermanfaat
bagi masyarakat atau berkhidmat kepada masyarakat sebagaimana yang dicontohkan
dari kepribadian Nabi Muhammad s.a.w. (mengikuti sunnah Nabi).
c.
mampu berdiri sendiri, bebas dan
teguh dalam kepribadian.
d.
menyebarkan agama atau menegakkan islam dan
kejayaan umat islam di tengah-tengah masyarakat (‘izzul Islam wal Muslimin).
e.
mencintai Ilmu dalam rangka
mengembangkan kepribadian Indonesia yang muhsin bukan sekedar muslim.
f.
Membantu program pemerintah di
bidang pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar